Sabtu, 22 Juni 2013

Otonomi Daerah

Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

”Sejak diberlakukannya UU no 32 tahun 1999 yang kemudian disusul dengan UU no 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang secara subtansial memberikan otonomi kepada daerah provinsi dan kabupaten serta pemerintahan kota suatu kewenangan serta otonomi yang lebih luas dibandingkan dengan era sebelumnya. Sesuai pasal 1 ayat 2 UU no 32 tahun 1999, yang dimaksud
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan sesuai pasal 1 ayat 5 yang dimaksud Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ada beberapa hal yang menandai adanya otonomi daerah di Indonesia, misalnya: diserahkannya berbagai urusan kepada daerah, pemilihan kepala daerah secara langsung, semakin banyak muncul daerah baru hasil dari pemekaran daerah, dan lahirnya beberapa partai local. Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi daerah membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau terpinggirkan. Pada masa orde baru, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut tampaknya banyak daerah yang optimis akan bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Akan tetapi apakah di tengah-tengah optimisme itu tidak terbersit kekhawatiran bahwa otonomi daerah juga akan menimbulkan beberapa persoalan, yang jika tidak segera dicari pemecahannya, akan menyulitkan upaya daerah untuk mensejahterakan rakyatnya? Pasti jawabannya iya, Mengapa? Karena, tanpa disadari beberapa dampak yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi. Ada beberapa permasalahan yang dikhawatirkan bila dibiarkan berkepanjangan akan berdampak sangat buruk pada susunan ketatanegaraan Indonesia.
Setelah sekian lama otonomi berlangsung yang antara lain ditandai dengan adanya diserahkanya berbagai urusan kepada daerah dan pemilihan kepala daerah secara langsung ada beberapa permasalahan yang muncul, yaitu semakin maraknya penyebaran korupsi diberbagai daerah, money politics, munculnya fenomena pragmatism politik di masyarakat daerah, legitimasi politik dan stabilitas politik belum sepenuhnya tercapai, adanya konflik horizontal dan konflik vertical, dan kesejahteraan masyarakat ditingkat local belum sepenuhnya diwujudkan.
Nampak adanya beberapa pertimbangan yang rumit dibalik pemberian otonomi pada masyarakat Indonesia. Berbagai pertimbangan yang kompleks telah membawa pelaksanaan otonomi daerah belum pernah berjalan tuntas. Gejala tersebut dapat disebut dengan otonomi daerah setengah hati. Hal tersebut dapat dicermati dengan seringnya berganti aturan UU yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah, ada lebih dari 15 UU yang pernah dibuat untuk mengatur masalah otonomi daerah.
Ada beberapa daerah yang merasa diberlakukan kurang adil oleh pemerintah pusat dan tidak pernah merasakan kemakmuran yang akhirnya menimbulkan dinamika dan gejolak politik misalnya munculnya Gerakan Aceh Merdeka, Republik Maluku Selatan, dan Organisasi Papua Merdeka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Pageviews

Translate